- Undang Undang Nomor 17 Tahun Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pada pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa "Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut."
- Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa "Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut."
- Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 1 angka 6 bahwa "Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut."
APA
BEDA SiLPA DENGAN SILPA?
Bicara tentang SiLPA
maupun SILPA akan selalu berhubungan dengan
pembiayaan. Pembiayaan adalah
setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun
anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan
untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
Pembiayaan untuk
menutup defisit anggaran sering disebut sebagai penerimaan pembiayaan.
Sebaliknya, pembiayaan yang dilakukan untuk memanfaatkan surplus disebut dengan
pengeluaran pembiayaan.
Kembali ke pertanyaan
pada judul di atas, sekilas pertanyaan tersebut adalah biasa saja. Tapi tunggu
dulu, yang satu SilPA (dengan huruf i kecil) dan yang satu lagi SILPA
(dengan huruf i besar/kapital). Apa perbedaanya hanya pada
huruf "i" itu? Tentu saja
tidak.
SiLPA (dengan huruf i
kecil) adalah Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran, yaitu selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran
selama satu periode anggaran. Misalnya realisasi penerimaan daerah tahun
anggaran 2008 adalah Rp571 milyar sedangkan realisasi pengeluaran daerah adalah Rp524 milyar, maka SiLPA-nya
adalah Rp47 milyar.
Sedangkan SILPA (dengan
huruf i besar/kapital) adalah
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan. Yaitu selisih antara
surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD angka
SILPA ini seharusnya sama dengan nol. Artinya bahwa penerimaan pembiayaan harus dapat menutup
defisit anggaran yang terjadi.
Jika angka SILPA-nya
positif berarti bahwa ada pembiayaan netto setelah dikurangi dengan
defisit anggaran, masih tersisa
(misalnya (Rp2 milyar). Atau dengan penjelasan lain bahwa secara anggaran masih
ada dana dari penerimaan pembiyaan yang Rp2 milyar tersebut yang belum dimanfaatkan untuk membiayai
Belanja Daerah dan/atau Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
Bagaimana pula jika
SILPA angkanya negatif?
Jika angka SILPA-nya
negatif berarti bahwa pembiayaan netto belum dapat menutup defisit anggaran
yang terjadi. Untuk itu perlu dicari jalan keluarnya. Misalnya dengan
mengusahakan sumber-sumber penerimaan pembiayaan yang lain seperti utang dan
lain sebagainya. Atau dengan mengurangi Belanja dan atau pengeluaran pembiayaan
sehingga angka SILPA ini sama dengan nol.
DEFISIT ANGGARAN
APAAN TU?
Defisit Anggaran adalah selisih kurang antara pendapatan dan
belanja. Untuk APBD, Defisit Anggaran Daerah adalah selisih kurang antara
pendapatan daerah dan belanja daerah. Misalnya Kabupaten A total seluruh
Pendapatan Daerahnya adalah Rp659 milyar dan Belanja Daerahnya Rp706 milyar,
maka defisit APBDnya adalah Rp47 milyar.
Bagaimana untuk menutup defisit tersebut? Defisit
APBD dapat ditutup dari sumber-sumber penerimaan pembiayaan yang meliputi
:
a. sisa lebih perhitungan
anggaran (SiLPA) daerah tahun sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman;
dan/atau
e. penerimaan kembali
pemberian pinjaman.
Dari uraian di atas tergambar bahwa salah satu
sumber pembiayaan daerah untuk menutup defisit anggaran adalah Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran (SiLPA) daerah tahun sebelumnya. Sesuai dengan data
dari website Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan RI (http://www.djpk.depkeu.go.id/linkdata/apbd2009/A2009.htm)
pada tahun anggaran 2009, hampir semua APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
di Indonesia APBDnya mengalami defisit. Namun setelah ditelusuri lebih lanjut
kebanyakan (tidak semua) defisit tersebut ternyata sama dengan SilPA tahun
anggaran sebelumnya (2008). Apa artinya ini? Artinya bahwa defisit APBD
Provinsi dan Kabupaten/Kota tersebut "aman" dalam arti telah tertutup
tanpa melakukan pinjaman atau upaya lain seperti pencairan dana cadangan,
menjual kekayaan daerah yang dipisahkan atau penerimaan kembali pemberian
pinjaman.
STRUKTUR APBD
Struktur APBD merupakan
satu kesatuan yang terdiri dari :
a. Pendapatan Daerah;
b. Belanja Daerah;
c. Pembiayaan Daerah
a.
Pendapatan Daerah
Pendapatan Daerah selanjutnya dikelompokan atas :
- Pendapatan Asli Daerah (PAD)
- Dana Perimbangan
- Lain-lain Pendapatan daerah yang sah
b. Belanja Daerah
Belanja Daerah selanjutnya dikelompokan atas :
- Belanja Tidak langsung
- Belanja langsung
c. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan Daerah terdiri dari :
- Penerimaan Pembiayaan
- Pengeluaran Pembiayaan
Selisih antara anggaran
pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan surplus atau defisit APBD. Selanjutnya pembiayaan neto
merupakan selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan.
Jika terjadi defisit, maka jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit
anggaran. Sedangkan SILPA tahun berjalan
merupakan selisih antara surplus/defisit APBD dengan pembiayaan neto.
Selanjutnya secara garis besar struktur APBD tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut :
STRUKTUR
PENDAPATAN DAERAH
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Selanjutnya Pendapatan Daerah
adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah.
Kemudian Penerimaan
daerah terdiri dari pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan daerah.
Pendapatan Daerah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan Penerimaan Pembiayaan adalah
semua penerimaan yang perlu dibayar kembali balk pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Dalam penyusunan APBD
seluruh pendapatan daerah dan pembiayaan daerah dianggarkan secara bruto.
Sebagaimana diketahui
bahwa Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari:
1. pendapatan daerah;
2. belanja daerah;
dan
3. pembiayaan daerah.
Pendapatan daerah
meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah
ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu
dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah dirinci menurut urusan
pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek
pendapatan.
Berikut adalah
gambaran tentang struktur Pendapatan Daerah tersebut:
Uraian lebih lanjut
tentang kelompok Pendapatan daerah adalah sebagai berikut :
1.
Pendapatan
Asli Daerah (PAD):
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi
menurut jenis pendapatan yang terdiri atas
1.1.
Pajak Daerah;
Jenis
pajak daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang
tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Contoh Pajak daerah adalah Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Parkir dan sebagainya
1.2.
Retribusi Daerah;
Jenis
retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang
tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Contoh Retribusi daerah adalah
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Retribusi Parkir, Retribusi Pelayanan
Pasar, Retribusi Terminal dan sebagainya.
1.3.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan
Jenis
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek
pendapatan yang mencakup:
- bagian
laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD
- bagian
laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN;
- bagian
laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha
masyarakat.
1.4.
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Jenis
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan
penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi
daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut
obyek pendapatan yang antara lain:
- hasil
penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau
angsuran/cicilan;
- jasa
giro;
- pendapatan
bunga;
- penerimaan
atas tuntutan ganti kerugian daerah;
- penerimaan
komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;
- penerimaan
keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
- pendapatan
denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
- pendapatan
denda pajak;
- pendapatan
denda retribusi;
- pendapatan
hasil eksekusi atas jaminan;
- pendapatan
dari pengembalian;
- fasilitas
sosial dan fasilitas umum;
- pendapatan
dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
- pendapatan
dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
2.
Dana
Perimbangan
Kelompok pendapatan
dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
2.1.
Dana Bagi Hasil;
Jenis
dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup :
- bagi
hasil pajak, contoh adalah Bagi hasil PPh dsb
- bagi
hasil bukan pajak, contohnya adalah Bagi Hasil Pertambangan Gas Bumi, Bagi
Hasil Pertambangan Minyak Bumi, Bagi Hasil Pungutan Hasil Perikanan dan
sebagainya.
2.2.
Dana Alokasi Umum;
2.3.
Dana Alokasi Khusus;
3.
Lain-lain
pendapatan daerah yang sah.
Kelompok
lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang
mencakup:
3.1.
hibah berasal dari pemerintah, pemerintah
daerah lainnya, badan/lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok
masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat; Hibah
adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga
dalam negeri atau perorangan, balk dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang
dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar
kembali.
3.2.
dana darurat dari pemerintah dalam rangka
penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam;
3.3.
dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada
kabupaten/kota;
3.4.
dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang
ditetapkan oleh pemerintah;
3.5.
bantuan keuangan dari provinsi atau dari
pemerintah daerah lainnya.
STRUKTUR
APBD YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA
Struktur APBD yang
dipergunakan di Indonesia telah beberapa kali berubah, menurut pedoman teknis
yang berlaku di Indonesia satu sama lain terdapat perbedaan dengan garis besar
sebagai berikut :
1. Kepmendagri No. 903-379 Tahun 1987
A. Pendapatan
(1) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
(2) Pendapatan Asli Daerah
(3) Dana Perimbangan
(4) Pinjaman Daerah
(5) Lain-Lain Penerimaan Yang Sah
B. Belanja
(1) Belanja Rutin
§ Belanja Pegawai
§ Belanja Barang
§ Belanja Pemeliharaan
§ Belanja Perjalanan Dinas
§ Belanja Lain-lain (Operasional)
§ Bagian Usaha Daerah
§ Angsuran Pinjaman/Hutang & Bunga
§ Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan
§ Pengeluaran Tidak Termasuk Bagian Lain
§ Pengeluaran Tidak Tersangka
(2) Belanja Pembangunan
Dirinci lebih lanjut
ke dalam 20 sektor pembangunan.
2. Kepmendagri No. 29 Tahun 2002
A. Pendapatan
(1) Pendapatan Asli Daerah
(2) Dana Perimbangan
(3) Lain-Lain Penerimaan Yang Sah
B. Belanja
(1) Belanja Aparatur Daerah
§ Belanja Administrasi Umum
Dirinci lebih lanjut
ke dalam Belanja Pegawai/Personalia, Belanja Barang & Jasa, Belanja
Perjalanan Dinas dan Belanja Pemeliharaan
§ Belanja Operasi & Pemeliharaan
Dirinci lebih lanjut
ke dalam Belanja Pegawai/Personalia, Belanja Barang & Jasa, Belanja Perjalanan
Dinas dan Belanja Pemeliharaan
§ Belanja Modal
(2) Belanja Pelayanan Publik
§ Belanja Administrasi Umum
Dirinci lebih lanjut
ke dalam Belanja Pegawai/Personalia, Belanja Barang & Jasa, Belanja
Perjalanan Dinas dan Belanja Pemeliharaan
§ Belanja Operasi & Pemeliharaan
Dirinci lebih lanjut
ke dalam Belanja Pegawai/Personalia, Belanja Barang & Jasa, Belanja
Perjalanan Dinas dan Belanja Pemeliharaan
§ Belanja Modal
§ Belanja Bagi Hasil & Bantuan Keuangan
§ Belanja Tidak Tersangka
C. Pembiayaan
(1) Penerimaan Pembiayaan
(2) Pengeluaran Pembiayaan
D. Sisa Lebih Tahun Anggaran Berkenaan
3. Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan
perubahannya
A. Pendapatan
(1) Pendapatan Asli Daerah
(2) Dana Perimbangan
(3) Lain-Lain Daerah Yang Sah
B. Belanja
(1) Belanja Tidak Langsung
§ Belanja Pegawai
§ Belanja bunga
§ Belanja subsidi
§ Belanja hibah
§ Belanja Bantuan Sosial
§ Belanja Bagi Hasil
§ Belanja Bantuan Keuangan
§ Belanja Tidak Terduga
(2) Belanja Langsung
§ Belanja Pegawai
§ Belanja Barang & Jasa
§ Belanja Modal
C. Pembiayaan
(1) Penerimaan Pembiayaan
(2) Pengeluaran Pembiayaan
D. Sisa Lebih Tahun Anggaran Berkenaan
Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan
dilakukan dalam rangka untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi.
Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan,
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 mengamanatkan Pemerintah Daerah wajib
menyampaikan pertanggungjawaban berupa:
(1) Laporan Realisasi
Anggaran,
(2) Neraca,
(3) Laporan Arus Kas,
dan
(4) Catatan atas Laporan
Keuangan.
Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan. Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui
DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh BPK.
Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi
manajemen sehingga tidak dapat dipisahkan dari manajemen keuangan daerah.
Berkaitan dengan pemeriksaan telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Terdapat dua jenis pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap pengelolaan keuangan
negara, yaitu pemeriksaan intern dan pemeriksaan ekstern.
Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah
dilaksanakan sejalan dengan amandemen IV UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945,
pemeriksaan atas laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (BPK RI). Dengan demikian BPK RI akan melaksanakan
pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini,
BPK sebagai auditor yang independen akan rnelaksanakan audit sesuai dengan
standar audit yang berlaku dan akan mernberikan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan. Kewajaran atas laporan keuangan pemerintah ini diukur dari
kesesuaiannya terhadap standar akuntansi pemerintahan. Selain pemeriksaan
ekstern oleh BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan ini pada
pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah / Inspektorat
Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar