Yulius (kanan) sedang belajar menggambar dengan kakaknya.
Sejak usia delapan bulan, Yulius Haryo (2), bocah asal RT 001 RW 02 Kelurahan Cacaban, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, harus bergelut dengan penyakit hemofilia. Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang disebabkan kekurangan faktor pembeku darah.
Jika Yulius terkena luka sekecil apa pun, darah akan terus mengucur dan sulit berhenti. Hemofilia adalah salah satu penyakit genetik tertua yang pernah dicatat.
Sumini (43), ibu Yulius, menceritakan, awal mula putranya diketahui kena hemofilia ketika usia 8 bulan. Saat itu, seluruh dada Yulius tiba-tiba membiru dan beberapa bagian tubuhnya mengalami luka memar meski tidak terjatuh atau terkena benda keras.
"Lalu saya periksakan ke rumah sakit di Kota Magelang. Dokter mengambil sampel darah Yulius di bagian tangan dan telinga dengan jarum suntik. Anehnya, darah tidak berhenti mengucur dari lubang bekas suntikan," tutur Sumini, Selasa (25/9/012).
Dokter mengambil sampel
darah Yulius di bagian tangan dan telinga dengan jarum suntik. Tapi
anehnya, darah tidak berhenti mengucur dari lubang bekas suntikan.
"Darah
mengucur sehari semalam tak mau berhenti. Meski sudah ditutup perban
dan kapas, tetap saja tembus. Saya sampai habis satu pak kapas, tetapi
darah terus mengucur hingga membasahi baju anak saya," imbuh Sumini
lagi.
Ia kemudian dirujuk ke RSUP dr Sarjito Yogyakarta untuk mendapatkan perawatan lebih baik. Oleh dokter, ia divonis menderita kelainan genetik pada darah yang lazim disebut sebagai hemofilia. Untuk pengobatan, Yulius disarankan menjalani transfusi darah putih secara rutin.
Menurutnya, sekali transfusi biayanya Rp 500.000 dan biasanya sebulan sekali. Biaya tersebut belum termasuk tambahan biaya jika harus menginap dan transportasi pulang pergi. "Bagi kami ini sangat berat karena harus rutin, sedangkan penghasilan suami saya tak cukup," ungkap Sumini ditemani buah hatinya.
Hal ini membuat Sumini dan keluarganya menghentikan pengobatan medis dan memilih jalan pengobatan alternatif yang menurutnya lebih murah.
Ia kemudian dirujuk ke RSUP dr Sarjito Yogyakarta untuk mendapatkan perawatan lebih baik. Oleh dokter, ia divonis menderita kelainan genetik pada darah yang lazim disebut sebagai hemofilia. Untuk pengobatan, Yulius disarankan menjalani transfusi darah putih secara rutin.
Menurutnya, sekali transfusi biayanya Rp 500.000 dan biasanya sebulan sekali. Biaya tersebut belum termasuk tambahan biaya jika harus menginap dan transportasi pulang pergi. "Bagi kami ini sangat berat karena harus rutin, sedangkan penghasilan suami saya tak cukup," ungkap Sumini ditemani buah hatinya.
Hal ini membuat Sumini dan keluarganya menghentikan pengobatan medis dan memilih jalan pengobatan alternatif yang menurutnya lebih murah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar